Ilmu HRD

Blog berbagi ilmu untuk praktisi HR

Breaking

Cari di Blog Ini

Melamar Kerja kembali setelah Pembaharuan PKWT selesai




Pada hampir setiap aturan yang berlaku, pastilah selalu ada saja celah hukum yang menimbulkan kekosongan hukum. Hal ini akan menimbulkan banyak interpretasi atau penafsiran dalam pelaksanaan peraturan tersebut.

Tak terkecuali dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pelaksananya, yaitu ketentuan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).Baca Juga : PKWT dan Implementasinya.

Dalam Pasal 59 UUTK berbunyi sbb:

Ayat 4 : Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Ayat 6 : Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.






Dari ketentuan tersebut, dapat kita simpulkan sbb:
  • Periode PKWT maksimal adalah 3(tiga) kali, yaitu; PKWT awal, PKWT Perpanjangan, dan PKWT Pembaharuan.
  • Jangka waktu PKWT maksimal adalah 5(lima) tahun yaitu; maksimal 2(dua) tahun PKWT awal, maksimal 1(satu) tahun PKWT perpanjangan, dan maksimal 2(dua) tahun PKWT Pembaharuan.
sumber: makassarkerja.com
Lantas bagaimana jika setelah PKWT pembaharuan habis ternyata karyawan masih dibutuhkan oleh perusahaan, sedangkan perusahaan belum memungkinkan mengangkat karyawan tersebut sebagai karyawan tetap. Di sinilah letak kekosongan hukum itu, sehingga pada pelaksanaannya perusahaan melalui penanggung jawab di bidang kepersonaliaan/kepegawaian memanfaatkan kekosongan hukum itu. 

Saya meyakini bahwa hampir semua praktisi HR mengalami dilema tersebut, dan langkah yang diambil biasanya adalah;
  1. Mengangkat karyawan tersebut menjadi karyawan tetap.
  2. Memberhentikan karyawan tersebut dan menggantikan posisinya dengan karyawan baru.
  3. Memberhentikan karyawan tersebut dan memintanya melamar kembali untuk posisi yang sama agar dapat dianggap sebagai karyawan baru. (memanfaatkan kekosongan hukum)
Jika Anda sebagai HR di suatu perusahaan dan menghadapi masalah seperti di atas, langkah yang mana yang akan Anda ambil?
Jika Anda mengambil langkah nomor 1, atau nomor 2, maka keputusan Anda sudah tepat dan aman dari kemungkinan gugatan ke PHI. Namun jika Anda terpaksa harus mengambil langkah nomor 3, dikarenakan keputusan top management pada perusahaan Anda menginginkan demikian, maka Anda harus mengambil antisipasi lanjutan agar kemungkinan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial diminimalkan atau bahkan dihilangkan.

Di bawah ini saya kutip berita dari http://buruh-online.com mengenai kasus Hotel Merpati yang mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA), atas pertimbangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Pontianak, yang mengkualifikasikan lamaran kerja baru yang dipersyaratkan oleh perusahaan, justru sebagai bukti tindakan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjanya.

  • PHI dalam Putusannya No. 6/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Ptk tanggal 26 April 2017, telah menilai tindakan Hotel Merpati memutuskan hubungan kerja Reki yang telah bekerja selama 4 tahun 8 bulan dengan upah sebesar Rp.1,8 juta perbulan itu, telah tidak sesuai dengan Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Menurut PHI, perjanjian kerja waktu tertentu (perjanjian kontrak) yang dibuat antara Hotel Merpati dengan Reki, menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pekerja tetap).
  • Fakta yang terungkap dalam persidangan, ternyata Hotel Merpati mempekerjakan Reki dengan perjanjian kontrak berkali-kali. Lalu Reki diistirahatkan sejak tanggal 1 Oktober 2016, dan dengan alasan demi tertib administrasi, Reki diminta untuk membuat lamaran kerja baru. Selain itu, menurut Hotel Merpati, pihaknya sudah tidak ada lagi kewajiban apapun kepada Reki. Karena Reki telah pula menanda-tangani surat pernyataan kebersediaannya untuk tidak dipekerjakan kembali apabila tidak lagi dibutuhkan oleh perusahaan.
  • Terhadap alasan keberatan dan berdasarkan fakta hukum yang dikemukakan oleh para pihak, MA menganggap PHI telah benar dalam menerapkan hukum. Hakim Agung Ibrahim selaku Ketua Majelis Hakim MA menilai, Hotel Merpati telah keliru dalam menerapkan perjanjian kerja kontrak yang diperpanjang sebanyak lebih dari satu kali. Tindakan itu bertentangan dengan Pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, sehingga Putusan PHI yang menghukum Hotel Merpati untuk membayar uang pesangon telah tepat.
  • “Bahwa Judex Facti telah patut dan adil menerapkan ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 karena pemutusan hubungan kerja dilakukan tanpa kesalahan Penggugat”, ujar Ibrahim, Kamis (19/10/2017) lalu. MA dalam Putusan No. 1183 K/Pdt.Sus-PHI/2017, memperkuat Putusan PHI yang sebelumnya telah menghukum Hotel Merpati untuk membayar uang kompensasi pemutusan hubungan kerja terhadap Reki beserta upah selama tidak dipekerjakan selama 6 bulan, sebesar Rp.38,6 juta.

Kita semua tahu bahwa sistem peradilan di negara kita tidak mewajibkan hakim memutus berdasarkan Yurisprudensi yang sudah ada. Jadi meskipun putusan PHI di atas memutuskan demikian, tidak mesti dalam kasus yang sama hakim juga akan memutus sama. Selalu ada pertimbangan hakim yang dijadikan dasar dalam memutus suatu perkara. 

Kesimpulan saya adalah;

  1. Setiap kekosongan hukum khusunya dalam hukum ketenagakerjaan harus disiasati dan diantisipasi dengan cermat dan teliti.
  2. Setiap kesepakatan yang dibuat dengan karyawan atau perwakilan karyawan (SP) harus tertulis dan didaftarkan ke PHI (Perundingan Bipartit)
  3. Selalu update peraturan ketenagakerjaan agar setiap langkah yang diambil benar, tepat dan kecil resiko.
-UY-


3 comments:

  1. terima kasih atas masukannya
    selamat buat Praktisi HRD Bp usman SH

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih pa Hartono. Mohon masukan dan sarannya juga mungkin artikel tentang ketenagakerjaan, agar bisa dishare di sini..

      Delete
  2. Saya punya personil team leader yg kena habis masa kontrak setelah tahun ke2. Dan disuruh membuat lamaran kerja baru setelah 30hari di offkan. Dilemanya orangnya bagus dalam pekerjaan, tetapi HRD baru terlalu takut melawan kehendak top management. Dilematis dan tidak manusiawi sebenarnya. Kita semua mau bekerja dan berkarir dari bawah.

    ReplyDelete

Entri yang Diunggulkan

Omnibus Law Ketenagakerjaan dan Urgensinya

Bogor, 31-01-2020. Sudah lebih sekitar tiga bulan terakhir ini, kita sering kali mendengar istilah "Omnibus Law" bahkan hingga sa...