Ilmu HRD

Blog berbagi ilmu untuk praktisi HR

Breaking

Cari di Blog Ini

Pasal - Pasal UU Ketenagakerjaan yang dibatalkan MK

Hi Praktisi HR Indonesia,

Sambil menikmati secangkir kopi, yuk kita refresh kembali tentang Pasal - Pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Sebagai praktisi HR, tentu kita sudah paham betul bahwa UU No.13 Tahun 2003 (baca:UUTK) adalah payung hukum peraturan ketenagakerjaan di Indonesia yang masih berlaku. Bahkan ada sebagian yang menjuluki UUTK tersebut sebagai "Kitab Suci" para praktisi HR, Konsultan HR, bahkan juga Anggota Serikat Pekerja.


Gambar : idanonim.wordpress.com





Sayang sekali masih sedikit dari kita yang tahu bahwa ada beberapa Pasal-Pasal di UUTK yang dinyatakan batal oleh MK. Jika suatu peraturan dinyatakan batal baik sebagian atau seluruhnya maka pasal-pasal yang dinyatakan batal tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya Pasal tersebut sudah tidak bisa lagi digunakan, kalaupun masih ada yang menggunakan sebagai dasar hukum dalam suatu perkara di persidangan maka tentu tidak menjadi pertimbangan hakim. Lihat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU 24/2003”) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU 8/2011”) kemudian diubah lagi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“Perpu 1/2013”) yang telah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang.

Nah, Pasal mana saja sih dari UUTK yang dibatalkan oleh MK? Berikut ini rangkumannya. *)


Pasal yang Diuji
Amar Putusan
No. Putusan
Seluruh Pasal UUTK
Menyatakan UUTK:
•      Pasal 158;
•      Pasal 159;
•      Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak kalimat “…. bukan atas pengaduan pengusaha …”;
•      Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat “.… kecuali Pasal 158 ayat (1), …”;
•      Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat “…. Pasal 158 ayat (1)…”;
•      Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat “…. Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1)…”;bertentangan dengan UUD 1945;
Menyatakan Pasal 158; Pasal 159; Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak kalimat “…. bukan atas pengaduan pengusaha …”; Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat “…. kecuali Pasal 158 ayat (1) …”; Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat “…. Pasal 158 ayat (1) …”; dan Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat “…. Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) …” UUTK tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

Pasal 120 ayat (1) UUTK, Pasal 121 UUTK
•      Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) UUTK bertentangan dengan UUD 1945;
•      Menyatakan Pasal 120 ayat (3) UUTK konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang:
frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka…”, dihapus, sehingga berbunyi, “para serikatpekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masingserikat pekerja/serikat buruh”, dan ketentuan tersebut dalam angka (i) dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan”;
•      Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) UUTK tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
•      Menyatakan Pasal 120 ayat (3) UUTK tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang: frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka…”, tidak dihapuskan, dan ketentuan tersebut tidak dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan”;

Pasal 155 ayat (2) UUTK
·         Frasa ”belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) UUTKadalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap;
·         Frasa ”belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) UUTKtidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap;

Pasal 59, 64, 65, dan 66 UUTK
•      Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UUTK bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
•      Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UUTK tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya
pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

Pasal 164 ayat (3) UUTK
•      Menyatakan Pasal 164 ayat (3) UUTK
bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa“perusahaan tutup” tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;
•      Menyatakan Pasal 164 ayat (3) UUTK
pada frasa “perusahaan tutup”tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;

Pasal 169 ayat (1) huruf c UUTK
•      Pasal 169 ayat (1) huruf c UUTK bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai: “Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu”;
•      Pasal 169 ayat (1) huruf c UUTK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu”;

*) sumber : www.hukumonline.com

Jadi, mulai sekarang hati-hati ya menggunakan Pasal dalam UUTK, cek dulu apakah masih punya kekuatan hukum atau tidak. Sehingga kita yakin ketika ada pihak-pihak yang memperkarakan tentang dasar hukum yang kita gunakan kita sudah confident.

Bintuni, 8 Januari 2020

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Omnibus Law Ketenagakerjaan dan Urgensinya

Bogor, 31-01-2020. Sudah lebih sekitar tiga bulan terakhir ini, kita sering kali mendengar istilah "Omnibus Law" bahkan hingga sa...