Ilmu HRD

Blog berbagi ilmu untuk praktisi HR

Breaking

Cari di Blog Ini

PHK Disaat Pandemi?

Sudah sekitar 3(tiga) bulan lebih lamanya Indonesia dan bahkan masyarakat dunia dilanda pandemi Covid-19. Pandemi ini bukan saja berdampak pada aspek kesehatan manusia, akan tetapi semua aspek kehidupan masyarakat dari aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Pemerintah Indonesia sejak pertengahan Maret 2020 telah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dimana kebijakan ini membatasi ruang gerak masyarakat untuk beraktifitas sebagaimana biasanya, akibatnya banyak perusahaan yang tidak dapat melaksanakan kegiatan produksi sehingga income berkurang, sedangkan biaya tetap nya masih terus ada.
Advokat sekaligus Founder Industrial Relation (IR) Talk, Masykur Isnan, mengatakan tidak dipungkiri COVID-19 memberikan dampak yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Berdasarkan catatannya diambil dari Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 20 April 2020, jumlah pekerja yang terdampak COVID-19 sebanyak 2.084.593 orang yang berasal dari sektor formal maupun informal dari 116.370 perusahaan. Dari jumlah tersebut, jumlah pekerja formal yang dirumahkan adalah 1.304.777 dari 43.690 perusahaan. Sedangkan 241.431 pekerja formal dari 41.236 perusahaan sudah di-PHK. Sektor informal juga terpukul karena kehilangan 538.385 pekerja yang terdampak dari 31.444 perusahaan atau UMKM. ("Menjawab Soal PHK dan ‘Dirumahkan’ dari Aspek Hukum saat COVID-19" di www.talenta.co)

Saat ini beberapa daerah di Indonesia sudah mulai melonggarkan kebijakan PSBB menuju tahap NEW NORMAL. Namun bukan berarti pandemi sudah berakhir. Aturan New Normal tetap membatasi ruang gerak aktivitas masyarakat meski tidak seketat pada waktu PSBB berlaku. Meski sudah memasuki masa New Normal namun tetap saja beberapa perusahaan belum dapat secara optimal menjalankan usahanya, yang artinya keuntungan dari usahanya belum dapat diharapkan. 

Ilustrasi PHK karena Corona. ©2020 Merdeka.com/kaltengtoday.com

Sebagian perusahaan besar masih mampu untuk menjalankan usahanya secara normal, sehingga tidak berdampak ataupun berdampak namun sangat tidak signifikan, sehingga juga tidak berdampak kepada karyawannya. Namun sebagian perusahaan lain yang tergolong kecil dan menengah tentu perlu melakukan usaha-usaha untuk keberlangsungan bisnisnya. Langkah yang ditempuh perusahaan yang terdampak pandemi ini antara lain merumahkan karyawan, hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Yuk kita bahas topik yang sedang hangat ini, sehangat teh yang saya nikmati di hari ketiga karantina.

PHK Karyawan karena alasan pandemi, bolehkah?

“HR harus punya pemikiran yang strategis, mendukung perusahaan serta kepala divisi atau top management. HR juga harus bisa memiliki sosok yang tenang di saat ada situasi tertentu. Jangan latah melihat perusahaan lain yang sudah melakukan lay off, kita juga jadi ikut-ikutan lay off,” (Bintang Kemal Hersanto, PLT Kepala Divisi SDM GA PT LRT Jakarta : https://www.talenta.co/blog/administrasi-hr/menjawab-soal-phk-dan-dirumahkan-dari-aspek-hukum-saat-covid-19/)

PHK bukanlah satu-satu nya cara menghadapi situasi pandemi ini. Masih banyak cara lain yang dapat ditempuh perusahaan dengan tetap mempertimbangkan kemampuan perusahaan.

Dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 menyebutkan sbb:

Perlindungan pengupahan bagi pekerja/buruh diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
 
> Melaksanakan Perlindungan Pengupahan bagi Pekerja/Buruh terkait Pandemi COVID-19.
  1. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) COVID-19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh.
  2. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan kasus suspek COVID-19 dan dikarantina/diisolasi menurut keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karantina/isolasi.
  3. Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit COVID-19 dan dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
  4. Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
Poin nomor 4 ini sangat menarik, karena memberikan panduan bagi perusahaan yang terdampak pandemi sehingga tidak bisa menjalankan usahanya sebagaimana dalam situasi normal tanpa harus melakukan PHK kepada karyawan. Yaitu bahwa antara Perusahaan dan karyawan atau Serikat Pekerja (SP) dapat membuat kesepakatan tentang perubahan besarnya upah yang dapat diberikan oleh perusahaan serta bagaimana cara pembayarannya. 

Sebagai contoh, perusahaan dan karyawan atau SP membuat kesepakatan tentang besarnya upah yang hanya bisa dibayar oleh perusahaan misalnya 50% (lima puluh persen) saja dari yang seharusnya, namun disisi lain Perusahaan tetap membayarkan iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan secara penuh. Atau bahkan perusahaan dan karyawan atau SP sepakat bahwa karyawan bersedia tidak dibayar upahnya dengan status "dirumahkan" selama pandemi ini, namun hak-hak lain nya tetap dipenuhi sesuai perjanjian kerja yang masih berlaku, misalnya tetap dihitung masa kerjanya untuk karyawan yang permanen, atau tidak dihitung sebagai masa kontrak bagi karyawan dengan status kontrak, namun tetap dibayarkan iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan setiap bulan selama terjadi pandemi, dan masih banyak lagi langkah-langkah lain yang dapat diambil dengan kesepakatan bersama tanpa merugikan salah satu pihak atau hanya menguntungkan salah satu pihak saja.

Jika segala upaya telah dilakukan, namun ternyata perusahaan tetap tidak mampu untuk menjaga kestabilan kondisi keuangan, dan telah melakukan perundingan bipartit dengan karyawan atau SP sehingga harus dilakukan pemutusan hubungan kerja maka hal-hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan antara lain sbb: *)https://bplawyers.co.id/2020/04/01/dapatkah-perusahaan-melakukan-phk-karena-kerugian-akibat-pandemi-covid-19/

1.

Status Pekerja dan Kompensasi yang diberikan

Status pekerja baik Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah hal pertama yang harus diperhatikan jika Perusahaan akan melakukan PHK. 

Jika Perusahaan memutus hubungan kerja pekerja yang berstatus PKWT sebelum masa kerja berakhir maka Perusahaan wajib membayar ganti rugi kepada pihak pekerja sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. 

Jika perusahaan melakukan PHK kepada Pekerja yang berstatus PKWTT maka Perusahaan wajib membayar kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

 

2.

Buat Perjanjian Bersama dan Melakukan Pencatatan ke Pengadilan Hubungan Industrial

Pada dasarnya PHK adalah hal yang harus dihindari oleh perusahaan, pekerja, serikat pekerja dan pemerintah. Dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Jika benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, Perusahaan hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal 151 UU Ketenagakerjaan).

 

Jadi, mau pilih langkah yang mana? tetap mempekerjakan karyawan dengan kesepakatan-kesepakatan yang tidak merugikan kedua pihak, atau melakukan PHK namun harus tetap membayar kompensasi yang harus dikeluarkan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku? 

Bagi anda yang merupakan praktisi HR, maka Anda harus dapat memberikan masukan kepada pimpinan perusahaan Anda dalam mengambil kebijakan-kebijakan terkait ketenagakerjaan, agar kebijakan yang dibuat tidak justru menimbulkan masalah baru yang lebih besar.

Download Link :

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Omnibus Law Ketenagakerjaan dan Urgensinya

Bogor, 31-01-2020. Sudah lebih sekitar tiga bulan terakhir ini, kita sering kali mendengar istilah "Omnibus Law" bahkan hingga sa...